UNYULUNYU.BLOGSPOT.COM UNYULUNYU.BLOGSPOT.COM UNYULUNYU.BLOGSPOT.COM
Selamat Datang Sohib
>
Tampilkan postingan dengan label Muslim. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Muslim. Tampilkan semua postingan

Minggu, 09 Desember 2012

Keutamaan Shalat Isyroq


Keutamaan Shalat Isyroq

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ »
Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah, kemudian dia duduk – dalam riwayat lain: dia menetap di mesjid[1] – untuk berzikir kepada Allah sampai matahari terbit, kemudian dia shalat dua rakaat, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala haji dan umrah, sempurna sempurna sempurna[2].
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan duduk menetap di tempat shalat, setelah shalat shubuh berjamaah, untuk berzikir kepada Allah sampai matahari terbit, kemudian melakukan shalat dua rakaat[3].
Faidah-faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:
  • Shalat dua rakaat ini diistilahkan oleh para ulama[4] dengan shalat isyraq (terbitnya matahari), yang waktunya di awal waktu shalat dhuha[5].
  • Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “… sampai matahari terbit“, artinya: sampai matahari terbit dan agak naik setinggi satu tombak[6], yaitu sekitar 12-15 menit setelah matahari terbit[7], karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat ketika matahari terbit, terbenam dan ketika lurus di tengah-tengah langit[8].
  • Keutamaan dalam hadits ini lebih dikuatkan dengan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri, dari Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu: bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika selesai melakukan shalat shubuh, beliau duduk (berzikir) di tempat beliau shalat sampai matahari terbit dan meninggi”[9].
  • Keutamaan dalam hadits ini adalah bagi orang yang berzikir kepada Allah di mesjid tempat dia shalat sampai matahari terbit, dan tidak berbicara atau melakukan hal-hal yang tidak termasuk zikir, kecuali kalau wudhunya batal, maka dia boleh keluar mesjid untuk berwudhu dan segera kembali ke mesjid[11].
  • Makna “mendapatkan (pahala) seperti pahala haji dan umrah” adalah hanya dalam pahala dan balasan, dan bukan berarti orang yang telah melakukannya tidak wajib lagi untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah jika dia mampu.
Segala puji bagi Allah, Rabb yang berhak disembah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Sedikit di antara kita yang mengetahui shalat yang satu ini. Shalat ini dikenal dengan shalat isyroq. Shalat isyroq sebenarnya termasuk shalat Dhuha, namun dikerjakan di awal waktu. Simak penjelasannya berikut ini.
Asal Penamaan Shalat Isyroq
Penyebutan shalat ini dengan shalat isyraq berdasarkan penamaan sahabat Ibnu 'Abbas.
Dari 'Abdullah bin Al Harits, ia berkata,
أن ابن عباس كان لا يصلي الضحى حتى أدخلناه على أم هانئ فقلت لها : أخبري ابن عباس بما أخبرتينا به ، فقالت أم هانئ : « دخل رسول الله صلى الله عليه وسلم في بيتي فصلى صلاة الضحى ثمان ركعات » فخرج ابن عباس ، وهو يقول : « لقد قرأت ما بين اللوحين فما عرفت صلاة الإشراق إلا الساعة » ( يسبحن بالعشي والإشراق) ، ثم قال ابن عباس : « هذه صلاة الإشراق »
Ibnu 'Abbas pernah tidak shalat Dhuha sampai-sampai kami menanyakan beliau pada Ummi Hani, aku mengatakan pada Ummi Hani, “Kabarilah mengenai Ibnu 'Abbas.” Kemudian Ummu Hani mengatakan, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat Dhuha di rumahku sebanyak 8 raka'at.” Kemudian Ibnu 'Abbas keluar, lalu ia mengatakan, “Aku telah membaca antara dua sisi mushaf, aku tidaklah mengenal shalat isyroq kecuali sesaat.” (Allah berfirman yang artinya), “Mereka pun bertasbih di petang dan waktu isyroq (waktu pagi).”1 Ibnu 'Abbas menyebut shalat ini dengan SHALAT ISYROQ.2
Keutamaan Shalat Isyroq
Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى صَلاةَ الصُّبْحِ فِي مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ يَثْبُتُ فِيهِ حَتَّى يُصَلِّيَ سُبْحَةَ الضُّحَى، كَانَ كَأَجْرِ حَاجٍّ، أَوْ مُعْتَمِرٍ تَامًّا حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ
Barangsiapa yang mengerjakan shalat shubuh dengan berjama'ah di masjid, lalu dia tetap berdiam di masjid sampai melaksanakan shalat sunnah Dhuha, maka ia seperti mendapat pahala orang yang berhaji atau berumroh secara sempurna.”3
Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Tata Cara Pelaksanaan Shalat Isyroq
  1. Shalat isyroq dilakukan sebanyak dua raka'at. Gerakan dan bacaannya sama dengan shalat-shalat lainnya.
  2. Berdasarkan hadits-hadits yang telah dikemukakan, shalat isyroq disyariatkan bagi orang yang melaksanakan shalat jama'ah shubuh di masjid lalu ia berdiam untuk berdzikir hingga matahari terbit, lalu ia melaksanakan shalat isyroq dua raka'at.
  3. Ketika berdiam di masjid dianjurkan untuk berdzikir. Dzikir di sini bentuknya umum, bisa dengan membaca Al Qur'an,membaca dzikir, atau lebih khusus lagi membaca dzikir pagi.
  4. Waktu shalat isyroq sebagaimana waktu dimulainya shalat Dhuha yaitu mulai matahari setinggi tombak, sekitar 15-20 menit setelah matahari terbit. Hal ini sebagaimana keterangan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin5 dan Al Lajnah Ad Daimah6 mengenai pengertian matahari setingi tombak.
Faedah Berharga Lainnya dari Hadits di atas
# Dalam hadits yang telah disebutkan terdapat dorongan untuk melaksanakan shalat jama'ah shubuh di masjid.
# Dianjurkan memanfaatkan waktu pagi untuk ibadah dan bukan diisi dengan malas-malasan seperti kebiasaan sebagian muslim yang malah mengisi waktu selepas shubuh dengan tidur pagi. Sungguh sia-sia waktu jika digunakan seperti itu. Lihat pembahasan kami di sini.
# Dianjurkan berdiam setelah shalat shubuh untuk berdzikir hingga matahari terbit sebagaimana hal ini dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
An Nawawi dalam Shohih Muslim membawakan bab dengan judul ‘Keutamaan tidak beranjak dari tempat shalat setelah shalat shubuh dan keutamaan masjid’. Dalam bab tersebut terdapat suatu riwayat dari seorang tabi’in –Simak bin Harb-. Beliau rahimahullah mengatakan bahwa dia bertanya kepada Jabir bin Samuroh,
أَكُنْتَ تُجَالِسُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
Apakah engkau sering menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk?
Jabir menjawab,
نَعَمْ كَثِيرًا كَانَ لاَ يَقُومُ مِنْ مُصَلاَّهُ الَّذِى يُصَلِّى فِيهِ الصُّبْحَ أَوِ الْغَدَاةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ قَامَ وَكَانُوا يَتَحَدَّثُونَ فَيَأْخُذُونَ فِى أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ فَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّمُ.
Iya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya tidak beranjak dari tempat duduknya setelah shalat shubuh hingga terbit matahari. Apabila matahari terbit, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri (meninggalkan tempat shalat). Dulu para sahabat biasa berbincang-bincang (guyon) mengenai perkara jahiliyah, lalu mereka tertawa. Sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya tersenyum saja.”7
# Dianjurkan berdzikir setelah shalat shubuh, bisa dengan membaca Al Qur'an atau membaca dzikir pagi.
# Keutamaan mmengerjakan shalat isyroq dua raka'at adalah mendapatkan pahala haji dan umroh. Akan tetapi shalat ini tidak bisa menggantikan ibadah haji dan umroh, namun hanya sama dalam pahala dan balasan saja.
Semoga bermanfaat dan semoga Allah menolong kita menghidupkan sunnah yang mulia ini. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
Diselesaikan di waktu Ashar, 28 Muharram 1431 H di Wisma MTI, sekretariat YPIA, Pogung Kidu
Blog Entri
Diposting oleh Ina pada Aug 13, '11 9:58 AM untuk semuanya
Shalat isyraq adalah shalat dua raka’at yang dilaksanakan setelah melaksanakan shalat shubuh; lalu ia duduk ditempat ia shalat menunggu waktu syuruq; kemudian shalat isyraq ketika memasuki waktu tersebut. waktu syuruq kira-kira 90 menit setelah adzan shubuh. Silahkan lihat disini jadwal syuruq disini.
Waktu isyraq merupakan AWAL WAKTU DHUHA; sehingga orang yang melaksanakan shalat isyraq berarti ia telah melaksanakan shalat dhuha.
Dari Abdullah bin Al-Harits bin Naufal, bahwa Ibnu Abbas tidak shalat Dhuha. Dia bercerita, lalu aku membawanya menemui Ummu Hani’ dan kukatakan :
“Beritahukan kepadanya apa yang telah engkau beritahukan kepdaku”.
Lalu Ummu Hani berkata :
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk ke rumahku untuk menemuiku pada hari pembebasan kota Mekabir bin Samurah rådhiyallåhu ‘anhu menyifati petunjuk nabi shållallåhu ‘alayhi wa sallam, ia mengatakan:
كان لا يقوم من مصلاه الذي يصلي فيه الصبح أو الغداة حتى تطلع الشمس فىإ ذا طلعت الشمس قام
“Beliau tidak berdiri dari tempat shalatnya -dimana beliau melakukan shalat shubuh- hingga matahari terbit. Jika matahari telah terbit, (maka) beliau berdiri (untuk shalat sunnah isyraq).”
[Shahiih Muslim (I/463) no. 670]
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
“Barangsiapa yang shalat shubuh dengan berjama’ah kemudian dia berdzikir kepada Allah Ta’ala sampai terbitnya matahari lalu dia shalat dua raka’at, maka pahalanya seperti pahala berhaji dan ‘umrah, sempurna, sempurna, sempurna.”
(HR. At-Tirmidziy no.591 dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy di dalam Shahih Sunan At-Tirmidziy no.480, Al-Misykat no.971 dan Shahih At-Targhiib no.468, lihat juga Shahih Kitab Al-Adzkaar 1/213 karya Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy)
‘Aisyah radhiyallåhu ‘anha berkata:
‎حَتَّى إِذَا كَانَتْ السَّاعَةُ الَّتِي تُكْرَهُ فِيهَا الصَّلَاةُ قَامُوا يُصَلُّونَ
“…(Mereka duduk) hingga waktu yang dilarang untuk shalat telah berlalu, (kemudian) mereka mendirikan shalat”
(AR. Bukhåriy no. 1522; dinukil dari applikasi hadits 9 imam, lidwa pusaka)
Untuk menunggu waktu tersebut, dapat kita gunakan untuk BERDZIKIR PAGI PETANG dan MEMBACA serta MEMPELAJARI al Qur-aan (beserta tafsirnya; spti: tafsir ibn katsir) untuk mendulang lebih banyak keutamaan.

semoga kita selalu dalam rahmad-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin.

Kamis, 15 November 2012

Kemeriahan Tahun Baru 1434 H

Kemeriahan Tahun Baru 1434 H


Beberapa jam yang lalu kita baru saja melewati pergantian tahun baru Islam (1434 H).
Kami sempat mengabadikannya dengan kamera ponsel jadi maaf kalau kurang jelas.
liat aja.



beberapa hasil jepret







Selasa, 13 November 2012

Keajaiban 1 Muharram

Keajaiban langit Mekkah tanggal 1 Muharram tahun 1 hijryah

1. Makna ‘tersirat’ Ka’bah yang kosong, dalam karya-karya sufistik, adalah qalb yang telah kosong dari segala macam berhala, dan merupakan pintu ke arah ‘vertikal’ menuju Allah.
2. Allah sendiri, dalam karya-karya sufistiknya Rumi, Yunus Emre, Ibnu Arabi dll, sering disimbolkan sebagai Matahari.
3. Hijrah, dalam karya-karya sufistik, sering menjadi simbol ‘mulainya seseorang menuju Allah, mengambil jalan pertaubatan’.
Awalnya iseng saja, tapi saya mencari ketiga hubungan hal ini. Kebetulan saya punya program Stellarium, tadinya saya sekedar ingin melihat seperti apa sih, langit dan bintang-bintang di langit Mekkah, ketika para sahabat Rasulullah berjalan malam hari dalam hijrahnya ke madinah.
***
Sebagai catatan, Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk berangsur-angsur berangkat hijrah pada suatu malam di periode setelah kematian Abu Thalib. Diantara yang berangkat lebih awal adalah beberapa sepupu Nabi, Umar ra. beserta keluarganya, dan Usman ra. beserta keluarganya, Hamzah, dan Zaid. Tadinya Abu Bakar akan berangkat, tetapi Rasulullah melarang beliau dan memerintahkan untuk menunggu petunjuk Allah mengenai keberangkatannya.
Lama setelah hijrah, ketika kaum muslimin menentukan penanggalan, malam hijrah pertama yang inilah yang ditetapkan sebagai tanggal pertama penanggalan Islam, yaitu 1 Muharram tahun I Hijriyah. Ini bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M.
Rasulullah SAW sendiri baru berangkat hijrah bersama Abu Bakar ra. satu bulan kemudian, pada malam ketika terjadi pengepungan pemuda quraisy di rumah Rasulullah, dan Ali saat itu tidur di tempat tidur Rasulullah menyediakan diri sebagai umpan.
Ini terjadi pada saat hilal bulan baru muncul di langit Makkah (Martin Lings/Abu Bakr Sirajuddin, hal. 187). Jadi Rasulullah dan Abu Bakar ra. baru berangkat hijrah satu bulan setelah 1 Muharram, yaitu pada tanggal 1 Safar. Mungkin atas dasar ini pulalah bulan kedua dalam tahun Islam disebut ‘Safar’ yang berarti ‘perjalanan’.
***
Untuk melihat kondisi langit Makkah pada saat itu, ke dalam Stellarium saya masukkan koordinat kota Mekkah: 21 30 N dan 39 54 E. Setelah itu, saya masukkan tanggal pada saat pertama kali para sahabat Rasulullah itu hijrah, yaitu tanggal 1 Muharram tahun I Hiriyah, bertepatan dengan hari Jum’at, tanggal 16 Juli 622 Masehi. Saya set program Stellarium dengan koordinat dan tanggal tersebut, kemudian mensimulasikan keadaan langit pada hari itu.
Koreksi dari Bp. Yorga Effendi: beliau benar, ternyata saya lupa mengeset waktu PC saya dengan waktu Mekkah. Jadi waktu yang tercantum di Stellarium pada peristiwa ini adalah waktu Asia Tenggara, walaupun koordinatnya benar. Jadi seharusnya, pada setiap peristiwa berikut, waktunya dikurangi 4 jam.]
Ternyata, yang terlihat adalah:
Pada hari hijrah itu, di Mekkah matahari baru terbenam sekitar pukul 23.00 [**dikurangi 4 jam, seharusnya 19.00]. Tapi pada jam 16:24 [**dikurangi 4 jam, seharusnya 12:24] waktu setempat, matahari berada tepat di zenith Mekkah. Jadi jika kita saat itu ada di dekat ka’bah, maka pada tanggal 1 Muharram tahun I Hijiyah, akan terlihat matahari ada tepat di atas ka’bah.
1. Makna ‘tersirat’ Ka’bah yang kosong, dalam karya-karya sufistik, adalah qalb yang telah kosong dari segala macam berhala, dan merupakan pintu ke arah ‘vertikal’ menuju Allah.
2. Allah sendiri, dalam karya-karya sufistiknya Rumi, Yunus Emre, Ibnu Arabi dll, sering disimbolkan sebagai Matahari.
3. Hijrah, dalam karya-karya sufistik, sering menjadi simbol ‘mulainya seseorang menuju Allah, mengambil jalan pertaubatan’.
Awalnya iseng saja, tapi saya mencari ketiga hubungan hal ini. Kebetulan saya punya program Stellarium, tadinya saya sekedar ingin melihat seperti apa sih, langit dan bintang-bintang di langit Mekkah, ketika para sahabat Rasulullah berjalan malam hari dalam hijrahnya ke madinah.
***
Sebagai catatan, Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk berangsur-angsur berangkat hijrah pada suatu malam di periode setelah kematian Abu Thalib. Diantara yang berangkat lebih awal adalah beberapa sepupu Nabi, Umar ra. beserta keluarganya, dan Usman ra. beserta keluarganya, Hamzah, dan Zaid. Tadinya Abu Bakar akan berangkat, tetapi Rasulullah melarang beliau dan memerintahkan untuk menunggu petunjuk Allah mengenai keberangkatannya.
Lama setelah hijrah, ketika kaum muslimin menentukan penanggalan, malam hijrah pertama yang inilah yang ditetapkan sebagai tanggal pertama penanggalan Islam, yaitu 1 Muharram tahun I Hijriyah. Ini bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M.
Rasulullah SAW sendiri baru berangkat hijrah bersama Abu Bakar ra. satu bulan kemudian, pada malam ketika terjadi pengepungan pemuda quraisy di rumah Rasulullah, dan Ali saat itu tidur di tempat tidur Rasulullah menyediakan diri sebagai umpan.
Ini terjadi pada saat hilal bulan baru muncul di langit Makkah (Martin Lings/Abu Bakr Sirajuddin, hal. 187). Jadi Rasulullah dan Abu Bakar ra. baru berangkat hijrah satu bulan setelah 1 Muharram, yaitu pada tanggal 1 Safar. Mungkin atas dasar ini pulalah bulan kedua dalam tahun Islam disebut ‘Safar’ yang berarti ‘perjalanan’.
***
Untuk melihat kondisi langit Makkah pada saat itu, ke dalam Stellarium saya masukkan koordinat kota Mekkah: 21 30 N dan 39 54 E. Setelah itu, saya masukkan tanggal pada saat pertama kali para sahabat Rasulullah itu hijrah, yaitu tanggal 1 Muharram tahun I Hiriyah, bertepatan dengan hari Jum’at, tanggal 16 Juli 622 Masehi. Saya set program Stellarium dengan koordinat dan tanggal tersebut, kemudian mensimulasikan keadaan langit pada hari itu.
[**Edit: Koreksi dari Bp. Yorga Effendi: beliau benar, ternyata saya lupa mengeset waktu PC saya dengan waktu Mekkah. Jadi waktu yang tercantum di Stellarium pada peristiwa ini adalah waktu Asia Tenggara, walaupun koordinatnya benar. Jadi seharusnya, pada setiap peristiwa berikut, waktunya dikurangi 4 jam.]
Ternyata, yang terlihat adalah:
Pada hari hijrah itu, di Mekkah matahari baru terbenam sekitar pukul 23.00 [**dikurangi 4 jam, seharusnya 19.00]. Tapi pada jam 16:24 [**dikurangi 4 jam, seharusnya 12:24] waktu setempat, matahari berada tepat di zenith Mekkah. Jadi jika kita saat itu ada di dekat ka’bah, maka pada tanggal 1 Muharram tahun I Hijiyah, akan terlihat matahari ada tepat di atas ka’bah.
Screen capture simulasi langitnya, pada saat matahari tepat di zenith mekkah di tanggal tersebut, gambar besarnya bisa dilihat di sini.
Peristiwa matahari ada di zenith Mekkah memang bukan peristiwa luar biasa, karena terjadi dua kali setiap tahun. Tapi dengan tiga variabel ini, Hari I Hijrah + Ka’bah + Matahari, simbolisasi-simbolisasi yang dikemukakan para sufi besar tadi, dengan dibantu program simulasi langit, jadi lebih bisa dipahami:
“Pada hari hijrah, ka’bah tepat di bawah matahari”, jadi “Dengan memulai perjalanan taubat, melalui qalb yang telah kosong, manusia ‘mi’raj’ (vertikal) menuju Allah”. Para sufi itu tepat sekali simbolisasinya. Luar biasa.
Dan saya merasa, pemilihan hari Jum’at tanggal 16 Juli 622 M sebagai hari pertama hijrah oleh Rasulullah, adalah bukan kebetulan semata. Beliau pasti menerima petunjuk dari Allah ta’ala, apalagi ditambah fakta yang kedua ini:
Bahwa pada tanggal tersebut, ternyata, ketika disimulasikan dengan Stellarium, terlihat bahwa dilangit Mekkah, Jumat tanggal 16 Juli 622 M, nyata bahwa posisi beberapa planet-planet dalam sistem tatasurya kita, bulan dan matahari, jika dilihat dari Makkah, ternyata nyaris ada dalam satu garis lurus dalam satu ruang pandang yang sempit (45 derajat).
Screen capture besarnya nya saya muat di sini.
Hal ini tentu tidak akan diketahui pada saat itu, karena matahari masih bersinar terang. Namun ketika kita bisa mensimulasikan gerak benda langit dengan komputer seperti sekarang, barulah akan nampak bagaimana sebenarnya langit Mekkah pada saat itu, di balik cahaya matahari siang.
Menjelang matahari terbenam di tanggal tersebut di langit Mekkah, semakin nampak bahwa posisi (berturut-turut) planet Mars, Neptunus, Uranus, Bulan, Merkurius, Venus, Saturnus dan Matahari (ditambah dengan bintang Regulus), ternyata di hari itu –nyaris ada dalam satu garis lurus dalam ruang pandang yang sempit–, sekitar 45 derajat, jika dilihat dari bumi, khususnya wilayah Makkah.
Setelah matahari terbenam (kebetulan matahari terbenam paling duluan saat itu) mungkin saja kesejajaran posisi bintang ini akan nampak sedikit lebih jelas bagi para muhajjirin, apalagi posisi bulan pada malam itu adalah bulan mati. Walaupun demikian, saya tidak terlalu yakin mereka akan melihat ini, karena posisi beberapa planet yang relatif dekat dengan matahari.
Ini screen capturenya kesejajaran planet-planet menjelang matahari terbenam saat itu, di atas cakrawala barat:
Gambar besarnya di sini.
Meski saya kurang memahami keistimewaan fenomena ini dari sudut pandang astronomi (saya bukan astronom), disamping memang lintasan semua planit di tatasurya kita (kecuali Pluto) gerak semu dari lintasannya akan nampak berdempetan jika dilihat dari langit bumi, tapi tidak setiap saat planet-planet tersebut terlihat seakan-akan berjejer, berbaris pada satu sudut pandang yang hanya seluas sekitar 45 derajat, di atas cakrawala.
Keunikannya adalah fakta bahwa hari hijrah pertama, posisi matahari yang di atas ka’bah (simbol qalb kosong yang telah menghadap Allah), juga dengan ‘berbaris’nya matahari (simbol Allah), bulan (simbol perkembangan nafs/jiwa pada tasawuf) yang masih gelap, yang posisinya tepat ada di tengah ‘barisan’ beberapa planet, disatukan Allah pada hari itu. Apakah ini juga sebuah ayat yang menyimbolkan sesuatu, yang ‘berbicara’ tentang simbolisasi spiritual sesuatu?
Terjadinya dua peristiwa alam ini pada hari yang sama, di hari pertama hijriyah, bagi saya seakan-akan Allah memberi tanda melalui alam semesta, bahwa memang hari itu adalah hari yang khusus. Bagaikan Allah ‘menggaris-bawahi’ hari itu dengan bukan hanya satu, tapi dua tanda di langit.
Maa khalaqta haadza batilan. Tiada yang sia-sia dari apa yang Dia ciptakan. Allah membimbing para hamba-Nya hingga ke hal yang sekecil-kecilnya, dan menundukkan alam semesta bagi para hamba-Nya yang bertaqwa.
Wassalaam Wr. Wb
Screen capture simulasi langitnya, pada saat matahari tepat di zenith mekkah di tanggal tersebut, gambar besarnya bisa dilihat di sini.
Peristiwa matahari ada di zenith Mekkah memang bukan peristiwa luar biasa, karena terjadi dua kali setiap tahun. Tapi dengan tiga variabel ini, Hari I Hijrah + Ka’bah + Matahari, simbolisasi-simbolisasi yang dikemukakan para sufi besar tadi, dengan dibantu program simulasi langit, jadi lebih bisa dipahami:
“Pada hari hijrah, ka’bah tepat di bawah matahari”, jadi “Dengan memulai perjalanan taubat, melalui qalb yang telah kosong, manusia ‘mi’raj’ (vertikal) menuju Allah”. Para sufi itu tepat sekali simbolisasinya. Luar biasa.
Dan saya merasa, pemilihan hari Jum’at tanggal 16 Juli 622 M sebagai hari pertama hijrah oleh Rasulullah, adalah bukan kebetulan semata. Beliau pasti menerima petunjuk dari Allah ta’ala, apalagi ditambah fakta yang kedua ini:
Bahwa pada tanggal tersebut, ternyata, ketika disimulasikan dengan Stellarium, terlihat bahwa dilangit Mekkah, Jumat tanggal 16 Juli 622 M, nyata bahwa posisi beberapa planet-planet dalam sistem tatasurya kita, bulan dan matahari, jika dilihat dari Makkah, ternyata nyaris ada dalam satu garis lurus dalam satu ruang pandang yang sempit (45 derajat).
Screen capture besarnya nya saya muat di sini.
Hal ini tentu tidak akan diketahui pada saat itu, karena matahari masih bersinar terang. Namun ketika kita bisa mensimulasikan gerak benda langit dengan komputer seperti sekarang, barulah akan nampak bagaimana sebenarnya langit Mekkah pada saat itu, di balik cahaya matahari siang.
Menjelang matahari terbenam di tanggal tersebut di langit Mekkah, semakin nampak bahwa posisi (berturut-turut) planet Mars, Neptunus, Uranus, Bulan, Merkurius, Venus, Saturnus dan Matahari (ditambah dengan bintang Regulus), ternyata di hari itu –nyaris ada dalam satu garis lurus dalam ruang pandang yang sempit–, sekitar 45 derajat, jika dilihat dari bumi, khususnya wilayah Makkah.
Setelah matahari terbenam (kebetulan matahari terbenam paling duluan saat itu) mungkin saja kesejajaran posisi bintang ini akan nampak sedikit lebih jelas bagi para muhajjirin, apalagi posisi bulan pada malam itu adalah bulan mati. Walaupun demikian, saya tidak terlalu yakin mereka akan melihat ini, karena posisi beberapa planet yang relatif dekat dengan matahari.
Ini screen capturenya kesejajaran planet-planet menjelang matahari terbenam saat itu, di atas cakrawala barat:
Gambar besarnya di sini.
Meski saya kurang memahami keistimewaan fenomena ini dari sudut pandang astronomi (saya bukan astronom), disamping memang lintasan semua planit di tatasurya kita (kecuali Pluto) gerak semu dari lintasannya akan nampak berdempetan jika dilihat dari langit bumi, tapi tidak setiap saat planet-planet tersebut terlihat seakan-akan berjejer, berbaris pada satu sudut pandang yang hanya seluas sekitar 45 derajat, di atas cakrawala.
Keunikannya adalah fakta bahwa hari hijrah pertama, posisi matahari yang di atas ka’bah (simbol qalb kosong yang telah menghadap Allah), juga dengan ‘berbaris’nya matahari (simbol Allah), bulan (simbol perkembangan nafs/jiwa pada tasawuf) yang masih gelap, yang posisinya tepat ada di tengah ‘barisan’ beberapa planet, disatukan Allah pada hari itu. Apakah ini juga sebuah ayat yang menyimbolkan sesuatu, yang ‘berbicara’ tentang simbolisasi spiritual sesuatu?
Terjadinya dua peristiwa alam ini pada hari yang sama, di hari pertama hijriyah, bagi saya seakan-akan Allah memberi tanda melalui alam semesta, bahwa memang hari itu adalah hari yang khusus. Bagaikan Allah ‘menggaris-bawahi’ hari itu dengan bukan hanya satu, tapi dua tanda di langit.
Maa khalaqta haadza batilan. Tiada yang sia-sia dari apa yang Dia ciptakan. Allah membimbing para hamba-Nya hingga ke hal yang sekecil-kecilnya, dan menundukkan alam semesta bagi para hamba-Nya yang bertaqwa.

mudah-mudahan kita selalu dalam lindungan dan rahmat-Nya. amin yaa robbal alamin

Jumat, 26 Oktober 2012

Inilah kisah diperingatinya Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Qurban



Maka berbincanglah Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Ismail. Siti Hajar berkata, “Mungkin mimpimu itu hanya mainan tidur saja tetapi kalau mimpi itu merupakan wahyu, wajiblah dituruti.” Apabila mendengar kata-kata ibunya, Ismail berkata kepada bapanya, “Ayahku, sekiranya ini merupakan wahyu dari Allah S.W.T., aku sedia merelakan diriku untuk disembelih.”

Setelah persetujuan dicapai, keesokan harinya Nabi Ibrahim pun membawa puteranya Ismail untuk disembelih. Perkara Nabi Ibrahim hendak menyembelih anaknya telah sampai kepada pengetahuan orang ramai. Hal ini membuat orang ramai takut sehingga ada yang mengatakan, “Nampaknya Nabi Ibrahim mungkin sudah gila hinggakan mahu menyembelih anaknya sendiri. Kalau kita biarkan perkara ini, nanti kitapun akan dibunuhnya.”

Walau apapun tuduhan orang terhadapnya, namun Nabi Ibrahim tetap menjalankan tugas yang diperintahkan oleh Allah S.W.T terhadapnya. Setelah Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail sampai pada tempat yang dituju, berkatalah anaknya, “Wahai ayahku, aku fikir cara yang baik untuk menyembelih adalah dengan cara aku disembelih dalam keadaan menelungkup tapi mata ayah hendaklah ditutup. Kemudian ayah hendaklah tahu arah pedang yang tajam dan ayah kenakan tepat kepada leherku.”

Kemudian Nabi Ibrahim pun melaksanakan perintah yang Allah S.W.T perintahkan dalam mimpinya. Baginda pun mengucapkan kalimah atas nama Allah lalu memancungkan pedangnya pada leher anaknya itu. Maka terperciklah darah mengenai badan Nabi Ibrahim. Sebagai seorang manusia biasa, Nabi Ibrahim pun menggeletar dan membuka penutup matanya.



Tetapi alangkah terperanjatlah apabila melihat yang disembelihnya itu bukanlah anaknya melainkan seekor kibas. Dengan memuji kebesaran Allah S.W.T, kedua-duanya pun berpeluk-peluk sambil bersyukur kepada Tuhan kerana memberi kekuatan sehingga dapat melaksanakan amanat dari Allah S.W.T.

Sepeninggalan Nabi Ibrahim, iaitu sejak Siti Hajar melepaskan anaknya untuk disembelih oleh baginda, dia sentiasa menangis. Fikirannya bertambah runsing disebabkan diganggu oleh syaitan laknat yang mengatakan kononnya Nabi Ibrahim telah gila dan sebagainya.

Pada suatu hari, dari jauh Siti Hajar mendengar suara takbir memuhi-muji nama Allah, semakin lama semakin dekat dan akhirnya dapatlah Siti Hajar kenali bahawa suara itu adalah suara anaknya Ismail dan suaminya Nabi Ibrahim.

Maka dengan segera dia pergi mendapatkan anak dan suaminya sambil bersyukur kepada Allah S.W.T. kerana telab memberi kekuatan kepadanya sehingga dia sanggup membenarkan anaknya untuk disembelih.



Siti Hajar menangis bukanlah disebabkan marah kepada Nabi Ibrahim tetapi hanyalah menangis seorang ibu terhadap anaknya memandangkan dia adalah seorang wanita yang taat kepada Allah dan tidak mudah digoda oleh syaitan.

Peristiwa ini ada diterangkan dalan surah Ash-Shaffat ayat 101 hingga ayat 111

Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail membangun Ka'bah klik disini

Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail Mendirikan Ka’bah

Allah subhanahu wata’ala telah memerintahkan Nabi Ibrahim ‘alaihi salam untuk membangun Baitul ‘Atiq, yaitu masjid yang diperuntukkan bagi manusia untuk mereka menyembah Allah subhanahu wa ta’ala.
Allah kemudian menunjukkan kepada Nabi Ibrahim, di mana hendaknya bangunan tersebut dibangun. Allah menunjuki Nabi Ibrahim lewat wahyu yang diturunkan kepadanya.
Para ulama salaf mengatakan bahwa di setiap tingkat langit terdapat sebuah rumah. Penduduk langit tersebut beribadah kepada Allah di rumah tersebut. Oleh karena itulah, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim ‘alaihi salam membuat bangunan seperti itu pula di muka bumi.
Bagaimanakah kisah pembangunan Ka’bah oleh Nabi Ibrahim yang dibantu oleh putra beliau Nabi Ismail ini? Kisahnya agak panjang. Kita mulai sekarang ya…
Dahulu, Nabi Ibrahim ‘alahi salam membawa istrinya Hajar dan putra beliau Ismail ke daerah Makkah. Pada saat itu, Hajar dalam keadaan menyusui putranya.
Nabi Ibrahim kemudian menempatkan Hajar dan Ismail ke sebuah tempat di samping pohon besar. Pada saat itu, di tempat tersebut tidaklah terdapat seorang pun dan tidak pula ada air. Nabi Ibrahim kemudian meninggalkan keduanya beserta geribah yang di dalamnya terdapat kurma, serta bejana yang berisi air.
Ketika Nabi Ibrahim hendak pergi, Hajar mengikuti beliau seraya bertanya, “Wahai Ibrahim, ke manakah engkau akan pergi? Apakah engkau akan meninggalkan kami padahal di lembah ini tidak terdapat seorang pun dan tidak ada makanan apa pun?”
Hajar mengucapkannya berkali-kali, namun Nabi Ibrahim tidak menghiraukannya. Hajar kemudian bertanya, “Apakah Allah yang memerintahkan engkau berbuat ini?” Nabi Ibrahim kemudian menjawab, “Iya.” Hajar lalu berkata, “Dia tidak akan membiarkan kami.” Hajar kemudian kembali.
Di daerah Tsaniah, ketika sosok beliau hilang dari pandangan keluarga yang beliau tinggalkan, Nabi Ibrahim berdoa,
“Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Rabb Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”
Padang pasir
Ketika persedian air mereka habis, Hajar pun mencari air untuk dia dan putranya. Dia pergi ke bukit Shafa, mencari-cari adakah orang di sana, namun dia tidak menemukan siapa pun di sana.
Hajar pun kemudian pergi ke Marwah dan mencari-cari orang pula di sana. Dia juga tidak mendapati seorang pun.
Hajar berulang-ulang pergi dari Shafa ke Marwah, sebaliknya dari Marwah ke Shafa sampai tujuh kali. Oleh karena itu, di dalam ibadah haji ada yang namanya Sai, yaitu berlari-lari kecil dari Shafa ke Marwa dan sebaliknya sampai tujuh kali.
Sampai ke Marwah, Hajar mendengar suara. Lalu dia berkata, “Diamlah”. Dia mendengar suara itu, lalu mencari sumber suara itu dan berkata, “Aku telah mendengarmu, apakah engkau dapat memberikan bantuan?”
Ternyata dia berada bersama malaikat di tempat di mana terdapat air zam-zam. Lalu, malaikat itu mengais-ngais tanah hingga akhirnya muncul air. Selanjutnya, ia pun menuruni air tersebut, mengisi bejananya dan kembali ke putranya Ismail, kemudian menyusuinya.
Malaikat lalu berkata kepada Hajar, “Janganlah engkau takut disia-siakan, karena di sini akan dibangun sebuah rumah oleh anak ini dan bapaknya. Dan sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan keluarganya”
Setelah beberapa waktu berlalu, serombongan suku Jurhum datang ke tempat tersebut dan tinggal di sekitar air zam-zam bersama Hajar dan Ismail. Ini semua mereka lakukan atas izin dari Hajar.
Nabi Ismail pun beranjak dewasa dan belajar Bahasa Arab dari Suku Jurhum tersebut. Beliau juga menikah dengan salah seorang wanita mereka. Diceritakan pula bahwa Hajar kemudian meninggal dunia.
Pada suatu saat, Nabi Ibrahim datang ingin menjenguk Nabi Ismail ‘alaihimassalam. Namun, beliau hanya menemui istri Nabi Ismail saja.
Nabi Ibrahim bertanya kepada wanita tersebut ke mana kiranya Nabi Ismail pergi. Istrinya menjawab, “Dia sedang mencari nafkah untuk kami.”
Nabi Ibrahim lalu bertanya tentang keadaan mereka. Istri Nabi Ismail menjawab, “Kami dalam kondisi yang jelek dan hidup dalam kesempitan dan kemiskinan.”
Mendengar jawaban tersebut, sebelum pulang Nabi Ibrahim berpesan kepada wanita itu untuk menyampaikan salam kepada Nabi Ismail dan berpesan agar Nabi Ismail mengganti pegangan pintunya.
Setelah Nabi Ismail kembali ke rumah, istrinya pun menceritakan peristiwa tadi dan menyampaikan pesan Nabi Ibrahim kepada suaminya.
Mendengar hal tersebut, Nabi Ismail pun berkata kepada istrinya, “Itu tadi adalah bapakku. Ia menyuruhku untuk menceraikanmu, maka kembalilah engkau kepada orang tuamu.”
Nabi Ismail pun menceraikan istrinya tadi sesuai dengan pesan Nabi Ibrahim dan kemudian menikah lagi dengan seorang wanita dari Bani Jurhum juga.
Setelah beberapa waktu berlalu, Nabi Ibrahim kemudian kembali mengunjungi Nabi Ismail. Namun, Nabi Ismail tidak ada di rumah. Nabi Ibrahim pun menemui istri Nabi Ismail yang baru.
Beliau bertanya dimana Nabi Ismail sekarang. Istrinya menjawab bahwa Nabi Ismail sedang mencari nafkah.
Nabi Ibrahim juga bertanya tentang keadaan mereka. Wanita itu menjawab bahwa keadaan mereka baik-baik saja dan berkecukupan, sambil kemudian memuji Allah azza wa jalla.
Nabi Ibrahim lalu bertanya tentang makanan serta minuman mereka. Wanita itu menjawab bahwa makanan mereka adalah daging, adapun minuman mereka adalah air. Maka Nabi Ibrahim mendoakan kedua hal ini, “Ya Allah berkatilah mereka pada daging dan air.”
Setelah itu, Nabi Ibrahim pun pergi dari rumah Nabi Ismail. Namun, sebelumnya beliau berpesan kepada wanita itu agar Nabi Ismail memperkokoh pegangan pintunya.
Ketika Nabi Ismail pulang, beliau bertanya kepada istrinya, “Adakah tadi orang yang bertamu?”
Istrinya menjawab, “Ada, seorang tua yang berpenampilan bagus.” Dia memuji Nabi Ibrahim.
“Ia bertanya kepadaku tentang dirimu, maka aku jelaskan keadaanmu kepadanya. Dia juga bertanya tentang kehidupan kita, dan aku jawab bahwa kehidupan kita baik-baik saja.”
Nabi Ismail kemudian bertanya, “Apakah dia memesankan sesuatu kepadamu?”
Istrinya kembali menjawab, “Ya. Ia menyampaikan salam kepadamu dan menyuruhku mengokohkan pegangan pintumu.”
Nabi Ismail berkata, “Itu adalah ayahku dan engkau adalah pegangan pintu tersebut. Beliau menyuruhku untuk tetap menikahimu (menjagamu).”
Waktu pun berlalu. Suatu saat ketika Nabi Ismail sedang meraut anak panah, Nabi Ibrahim pun datang. Nabi Ismail pun bangkit menyambutnya, dan mereka pun saling melepaskan rindu.
Selanjutnya, Nabi Ibrahim berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya Allah menyuruhku menjalankan perintah.”
Ismail menjawab, “Lakukanlah apa yang diperintahkan Rabbmu.”
“Apakah engkau akan membantuku?”, Tanya Nabi Ibrahim kembali.
“Aku pasti akan membantumu.” seru Ismail.
Nabi Ibrahim kemudian menunjuk ke tumpukan tanah yang lebih tinggi dari yang sekitarnya. Beliau berkata, “Sesungguhnya Allah menyuruhku membuat suatu rumah di sini.”
Pada saat itulah, keduanya kemudian meninggikan pondasi Baitullah. Ismail mulai mengangkut batu, sementara Ibrahim memasangnya.
Setelah bangunan tinggi, Ismail membawakan sebuah batu untuk menjadi pijakan bagi Nabi Ibrahim. Batu inilah yang akhirnya disebut sebagai maqam (tempat berdiri) Nabi Ibrahim.
Mereka pun terus bekerja sembari mengucapkan doa, “Wahai Rabb kami terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Ka’bah
Sampai akhirnya tuntaslah pembangunan baitullah itu. Ka’bah pun akhirnya berdiri di bumi Allah ‘azza wa jalla.(*)

diambil dari berbagai sumber
Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail klik disini

Makna Qurban

 Makna Qurban

Ada anak kecil bertanya pada bapaknya
"ayah kenapa sapi itu disembelih"
"anakku hari ini kita merayakan hari raya Idul Adha", jawab sang ayah
 "emangnya kenapa harus menyembelih sapi yah?"
sang ayah menjawab:"itu sebagai bentuk perwujudan keihklasan manusia terhadap penciptaNya".
"tapi ayah .....  bukankah kita tidak kasihan sama sapi itu, diikat terus disembelih, itu kan kejam ayah". rupanya sang anak belum puas
"anakku, ....... ini adalah salah satu bentuk rahmad dari Allah pada kita"
"maksud ayah?"
"anakku .....  sesungguhnya pada awalnya qurban yang kita lakukan adalah dengan menyembelih manusia?'
"apa ....... !"
"anakku dengarkan cerita ayah"
"baik ayah"
"qurban ini berawal dari nabiyullah Ibrahim yang pada waktu itu diperintah Allah untuk menyembelih putrranya Ismail. karena nabiyullah Ibrahim patuh dan taat pada Allah maka perintah itu akan dia laksanakan tapi ketika hal itu akan dilaksanakan yaitu proses penyembelihan Ismail datang malaikat Allah dengan membawa domba (kambing) dari surga sebagai ganti Ismail. begitulah sehingga sampai saat ini qurban terus dilaksanakan dengan mengurbankan kambing, sapi, atau unta".
"ayah ...?"
"apa ......"
"apakah itu bukan sifat yang kejam?"
"tidak anakku. berkurban adalah sifat terpuji, bahkan dengan berkurban kita mendapat pahala yang besar, dan berkurban tidak sama dengan menyiksa binatang. jadi meskipun hewan itu kita sembelih tapi itulah ketentuan dari Allah SWT".
"baik ayah .... kalau besar nanti aku akan berkurban sapi"
"amin .... amin.....amin ya rabbal alamin
Add caption




Kamis, 25 Oktober 2012

 Makna Qurban

Qurban berasal dari bahasa Arab yang bermakna Qurbah atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jadi qurban merupakan wujud kesediaan seseorang untuk mengorbankan yang dicintainya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Qurban adalah suatu amalan yang diisyariatkan Islam pada tahun kedua Hijriyah berdasarkan dalil Al-Qur’an, Hadits dan Ijma. Al-Qur’an mensyariatkannya melalui surat Al-Kautsar (QS.108: 1 – 2).   Ibadah Qurban merupakan bentuk wujud SYUKUR kita atas segala nikmat yang telah diberikan Allah SWT (nikmat sehat, nikmat selamat, nikmat materi… dan masih beribu nikmat lainnya). Ibadah Qurban ibadah yang sudah lama dilakukan, sejak sejarah Nabi Adam. Ibadah Qurban merupakan satu rangkaian proses, yang dimulai sejak memasuki bulan Dzulhijjah, yaitu:
[*]Mulai tanggal 1 Dzulhijah, dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah, perbaiki kualitas ibadah, shaum sunnah, sholat di masjid, dsb.[/*]
[*]Memperbanyak takbir di lima hari sejak tanggal  9 – 13 Dzulhijjah, setelah shalat fardhu.[/*]
[*]Tanggal 9 Dzulhijjah melakukan shaum sunnah Arafah, sebagaimana Rasul bersabdah “Mengerjakan shaum di hari arafah, aku mengharapkan Allah memaafkan dosa satu tahun sebelum dan satu tahun sesudahnya”[/*]
[*]Melaksanakan shalat Ied dan mendengarkan Khutbahnya.[/*]
[*]Menyembelih hewan qurban yang dilakukan pada Hari Raya Haji. (Selepas shalat Idul Adha) dan hari – hari Tasyriq, yaitu 11, 12 dan 13 Dzulhijjah[/*]
[B]Bagaimana Keutamaan dalam Ibadah Qurban?
[/B]
[*]Menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim a.s[/*]
[*]Mendidik jiwa ke arah takwa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT[/*]
[*]Mengikis sifat tamak dan mewujudkan sifat murah hati dengan menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT[/*]
[*]Menghapus dosa dan mengharapkan keridhoan Allah SWT[/*]
[*]Menjalin hubungan kasih sayang sesama manusia terutama antara golongan berada dan tidak mampu[/*]
 [B]Apa manfaat/pahala qurban?[/B]
[*]Setiap helai bulu akan memberikan kebaikan kepada kita[/*]
[*]setiap tetes darah akan menghapuskan dosa kita.[/*]

Mempersembahkan qurban merupakan Sunnah Muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan, merupakan kesunnahan yang nyaris wajib, yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW), dan berqurban kesunnahannya dilakukan tiap tahun.Kesunnahannya berlaku secara individual (baik ayah, ibu, anak dst)

[B]Siapa saja yang disunnahkan untuk berqurban? [/B]

Yaitu:

[*]Muslim[/*]
[*]Akil baligh[/*]
[*]Al istito’ah, yaitu mampu untuk berqurban dari sudat harta yang dimiliki, dalam pengertian sebelum tanggal 10 Dzulhijjah, dimana bila seluruh harta yang dimilikinya (mulai dari tabungan, rumah dan berabotannya, kendaraan, perhiasan, tas, dsb), secara keseluruhannya dihitung, kemudian setelah dikurangi dengan kebutuhan makan-minum untuk dirinya/keluarganya selama 4 hari (dari tanggal 10-13 Dzulhijjah), ternyata masih tersisa harta senilai 1 hewan qurban,……. Maka kepada mereka jatuh kesunnahan untuk berqurban.[/*]
[B]Hewan apa yang dapat dipersembahkan sebagai qurban?[/B]
[IMG]/images/stories/Artikel/bbppl-qurban_domba.JPG[/IMG][IMG]/images/stories/Artikel/bbppl-qurban_kambing2.jpg[/IMG][IMG]/images/stories/Artikel/bbppl-qurban_sapi.jpg[/IMG] Yaitu :
Kambing/domba, sapi atau unta yang jantan, sehat/mulus, dengan umur dan konsinya sesuai persyaratan. Adapun banyaknya yaitu: 1 orang berqurban 1 hewan, tetapi dalam keadaan kondisi tertentu/ suatu keterbatasan bias saja 1 qurban  dilakukan oleh lebih dari 1 orang, atau setidak-tidaknya dalam satu rumah minimal 1 hewan qurban (atas nama suami, istri, anak dll). Namun tetap berqurban yang TERBAIK adalah 1 orang memberikan 1 hewan qurban atau bahkan bila memungkinkan dapat lebih dari satu. Yang penting dalam berqurban yaitu yang paling mulus hewannya (apakah domba, sapi maupun unta), bukan dagingnya yang banyak. Dalam berqurban yang sampai kepada Allah Swt yaitu bukan daging dan darahnya, tetapi ketakwaannya. KETAKWAAN yaitu ketulusan kita melepaskan harta untuk ibadah,… semakin tinggi keikhlasan,… semakin tinggi pula nilai ketakwaannya. [B]Bagaimana Tahapan Berqurban [/B] Ada dua tahapan dalam berqurban, yaitu:
[#]Mempersiapkan sampai dengan menyembelihnya

[*]Mempersiapkan yaitu mulai dari menabung, mencari, memilih dan membeli hewan qurban.[/#]
[#]Menyembelihnya, baik menyembelih sendiri, menyaksikan penyembelihan, ataupun mewakilkan penyembelihannya dan penyaksiannya. [/#]
[/#]
[#]Memperlakukan Hewan Yang  Sudah Disembelih[/*]
[*]Hal bagi pequrban (yang berqurban) ada dua yaitu: Memakannya, dan membagikannya kepada yang lain (kepada siapa saja, baik tetangga dan fakir miskin), tetapi tidak boleh menghargakannya (menjual, membarter, menjadikan upah menyembelih).[/*]
Sedangkan bagi penerima qurban, maka boleh memakannya, membagikannya, yaitu seluruh tubuh qurban, yang pada prinsipnya memanfaatkan sebanyak-banyaknya dari hewan yang disembelih, (contoh bila daging domba dicampur dalam satu kantong pelastik dengan jeroannya, maka akan cepat menjadi bau, ini menghilangkan manfaat , maka sebaiknya harus dipisahkan. Dan yang menjadi hitungan yang dibagikan adalah dagingnya, kalau jeroan hanyalah sebagai tambahannya saja). [B]UNTAIAN HIKMAH QURBAN[/B][B] [/B]Hari Raya Qurban : memeperkuat Ikatan  Tauhid.Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mengajarkan bahwa keterikatan yang paling agung adalah keterikatan kepafa Allah SWT. Dialah yang menghidupkan kita, memelihara dan memberi segalanya agar kita bisa hidup. Sudah selayaknya kita hayati, ikatan kepada Allah SWT. Ibadah qurban hakikatnya mengikatkan diri kita kepada Allah SWT. (K.H. Abdullah Gymnastiar~ Pendiri  dan pembina DPU-DT)HIkmah dan manfaat Qurban di bulan haji1.       Ibadah Qurban adalah wujud kepedulian sosial2.       Ibadah Qurban adalah syari’at para Nabi dan Rasulullah SAW3.       Ibadah Qurban rezeki kita menjadi berkah(KH. Dr. Miftah Faridl~Dewan Syariah  DPU-DT) Hikmah disyari’atkannya Ibadah QurbanAdalah pembelajaran dari napak tilas Nabi Ibrahim as. Dan sebagai upaya meningkatkan  ketakwaan kepada Allah SWT serta melatih kepedulian dengan menggunakan harta kita di jalan Allah SWT.(KH. Hilman Rosyad Syihab, Lc~Dewan Syari’ah DPU-DT) Pengorbanan dengan harta, pengorbanan dengan tenaga, pengorbanan dengan ilmu yang diniatkan hanya karena Allah SWT akan mendatangkan kebahagiaan, maka berqurbanlah.(Teh Ninih~Pembina Muslimah Centre-DT)  [B]SEPUTAR QURBAN[/B] [I][B]Bagaimana dengan kulit qurban?, apakah dibagikan? [/B][/I] Sebaiknya diberikan kepada siapa saja, tanpa dipotong, karena bila dipotong akan menghilangkan manfaatnya. Dan bila menjualnya maka pahala dari pequrban akan hilang. Kulit kalau dibuang oleh pequrban tidak membatalkan pahala, tapi kalau dijual akan membatalkan pahala. “barangsiapa yang menjual kulit hewan qurban maka ia tidak mendapat  pahala qurban” (H.R. Tirmidzi) Pahala  berqurban ditentukan oleh ketakwaan kita. Panitia qurban adalah mewakili pequrban jadi hak-haknya sama dengan pequrban, tidak terlibat dalam urusan penjualan kulit dsb, paling tidak hanya menyarankan. Jadi sebaiknya pequrban menyediakan biaya penyembelihan hewan pequrban. Jatah 1/3 bagian untuk pequrban ada sebagaian ulama mengatakan bisa, mau seluruhnya juga boleh, tidak ada dalil, tapi mana yang lebih baik tentunya dengan membagikannya kepada orang lain. Qurban yanga dibagikan apakah dalam keadaan mentah atau sudah dimasak.?  Kalau diberikan mentahnya agar dapat lebih manfaat, karena dapat diolah sesuai keinginan penerima qurban, tapi lihat kondiisi si penerima, bila diberikan kepada yang susah atau tidak sempat untuk memasaknya, maka sebaiknya daging  qurban dimasak dulu, baru dibagikan.  [B]MENGAWALI BERQURBAN [/B]Mempermudah pelaksanaan untuk berqurban, mari kita awali dengan menabung baik secara harian, mingguan ataupun bulanan. Dengan demikian tidak akan menyulitkan kita pada saatnya nanti.