Suspensi tak selalu bikin nyaman
"Mengendarai mobil F1 memang bisa jadi sensasi tersendiri, namun
jangan pernah membayangkan bahwa naik mobil F1 itu senyaman mobil jalan raya"Salah satu peranti yang menentukan dalam sebuah mobil adalah suspensi, yaitu peranti untuk menahan atau meredam getaran yang diterima mobil akibat kondisi jalan yang beragam. Mobil akan terasa nyaman dikendarai jika suspensinya bisa memberikan peredaman getaran yang optimal sehingga penumpang dalam kabin tidak merasakan getaran akibat jalan yang tidak rata ataupun efek rolling saat mobil menikung. Tak heran bila kemudian pada mobil komersial, kenyamanan berkendara sering dihubungkan dengan kualitas suspensinya. Namun pada mobil Formula 1, kenyamanan penumpang sama sekali tidak menjadi perhatian para perancang suspensi. Fungsi utama suspensi pada mobil F1 adalah membuat keempat ban selalu bisa menapak ke aspal semaksimal mungkin saat jalanan tidak rata ataupun saat mobil sedang menikung tajam.
Walau fungsinya agak berbeda, suspensi pada mobil komersial dan mobil F1 sama-sama terdiri dari dua komponen penting yaitu pegas dan damper. Bedanya, pegas dan damper pada mobil F1 jauh lebih keras dibanding pegas dan damper pada mobil biasa. Belakangan, pegas mobil F1 pun pun berubah bentuk menjadi torsion bar (batang puntir), bukan lagi per keong seperti pada mobil jalan raya. Gaya pada roda mobil F1 akan diterima oleh push rod (batang tekan) yang kemudian akan memutar semacam engsel dan akhirnya memuntir torsion-bar. Gaya reaksi dari torsion-bar akibat puntiran ini yang dimanfaatkan sebagai efek pegas. Torsion bar mempunyai keunggulan dibanding pegas jenis per keong karena lebih ringan, lebih kecil, dan tidak mengalami bending atau lendutan saat ditekan. Kekakuan dari torsion bar bisa divariasikan melalui dimensinya.
Jauh sebelum sekarang, mobil F1 di era 1950-an masih mempunyai suspensi yang amat sederhana dan mirip dengan suspensi mobil pada umumnya, yaitu berupa damper yang dililit pegas per keong. Suspensi diletakkan secara diagonal dari wishbone bawah pada roda ke moncong mobil bagian atas. Konstruksi ini cukup kokoh dan membantu wishbone bawah dalam mengatasi beban tekan akibat gaya pada roda. Namun konstruksi ini punya kelemahan penting berupa hambatan angin pada suspensi (terutama suspensi roda depan). Di awal 1960-an posisi suspensi dipindahkan ke bagian dalam -atau sengaja ditutupi- moncong mobil dan posisinya digantikan oleh push rod yang langsung menerima beban dari roda. Selanjutnya push rod akan meneruskan gaya tekan tersebut kepada suspensi melalui rocker-arm atau engsel. Konstruksi ini secara umum dianggap cukup berhasil karena mampu mengurangi drag-force secara signifikan dan secara prinsip tetap dipakai sampai sekarang.
Di tahun 1974, Gordon Murray sempat mengujicobakan pull rod pada sistem suspensi Brabham BT44 nya. Prinsip kerja pull rod adalah kebalikan dari push rod karena posisinya juga saling berkebalikan. Pull rod menghubungkan wishbone atas pada roda dengan sistem suspensi yang terletak di bagian lantai dari moncong mobil. Kelebihan pull rod dibanding push rod adalah posisi suspensi bisa diletakkan di bagian bawah sehingga merendahkan titik berat mobil. Namun demikian sistem ini punya kelemahan yang baru disadari kemudian yaitu batang pull rod justru memberikan tambahan gaya tekan pada wishbone atas. Akibatnya wishbone atas menjadi lemah dan harus diperkuat dengan memperbesar dimensi wishbone atas. Namun demikian, konstruksi ini sempat dicoba lagi oleh Tim Minardi di musim 2000 demi mengejar titik berat yang rendah meski tak dilanjutkan di musim berikutnya.
Agar berfungsi secara optimal, setingan pegas dan damper harus pas dan sesuai dengan kebutuhan. Secara umum suspensi pada mobil F1 dibuat amat kaku karena walaupun bobot total mobil dan pembalapnya hanya 600 kg, akibat downforce pada kecepatan 300 km/j, beban yang dipikul keempat suspensi menjadi hampir 3 ton atau dua kali lebih berat daripada mobil biasa. Jika suspensi tidak cukup kaku, maka mobil akan 'terbenam' dan menghantam aspal karena ride height atau jarak lantai mobil dengan aspal hanya sedikit lebih tinggi daripada 5 cm saja.
Namun demikian, jika suspensi dibuat terlalu kaku, tentu tugasnya untuk membuat ban selalu menapak aspal menjadi tidak optimal dan ketahanan mobil terhadap efek rolling menjadi berkurang. Untuk itu, kemudian insinyur khusus suspensi menciptakan damper ketiga yang diletakkan di tengah dan terhubung pada antiroll-bar. Antiroll-bar sendiri adalah batang yang menghubungkan suspensi kiri dan kanan dan bertugas mentransfer sebagian gaya yang diterima roda kanan ke roda kiri (atau sebaliknya) sehingga efek rolling dapat dikurangi. Dengan adanya damper ketiga itu, maka kekakuan dapat terjaga dan efek rolling tetap dapat diredam.
Kekakuan suspensi mobil F1 juga harus menyesuaikan dengan jenis sirkuit. Pada sirkuit yang bumpy dan banyak chicane, para teknisi akan mengeset suspensi menjadi lebih soft. Konsekuensinya, ride height harus sedikit ditambah dan steering-control menjadi kurang responsif. Sebaliknya, pada sirkuit yang banyak trek lurusnya, suspensi akan dibuat lebih kaku sehingga titik berat mobil bisa lebih rendah karena ride height bisa dikurangi, dan steering-control pun menjadi lebih responsif. Namun kerugiannya adalah mobil menjadi rawan terhadap rolling dan boros pemakaian ban.
Berbeda dengan pegas yang berfungsi meredam getaran dan membuat ban selalu menapak aspal, damper justru berfungsi untuk mencegah pegas bekerja terlalu lama. Tanpa damper, pegas akan membuat mobil berayun tanpa henti sehingga justru akan membuat ban kehilangan sebagian grip. Cara kerja damper dalam memberikan peredaman adalah dengan memberikan tahanan viskositas fluida pada piston yang bergerak di dalam tabung. Saat piston bergerak sebagian fluida bergerak dari bagian bawah piston ke bagian atasnya melalui katup. Pada sedan-sedan mewah modern, bukaan katup ini bisa dikontrol oleh komputer sehingga kekerasan damper bisa disesuaikan dengan beban yang dialami. Suspensi dengan damper seperti ini disebut suspensi aktif karena karakternya bisa menyesuaikan diri dengan kondisi jalan. Pada F1, suspensi jenis ini pernah dipakai di awal 1990-an, namun kemudian dilarang karena hanya menguntungkan tim-tim kaya sehingga persaingan menjadi tidak berimbang.
Setingan damper harus menyesuaikan dengan kekakuan pegas. Kekuatan damper yang ideal adalah jika damper mampu membatasi ayunan yang terjadi menjadi satu siklus saja (naik dan turun satu kali). Damper yang terlalu lunak akan mengakibatkan mobil berayun berulang kali sedangkan damper yang terlalu keras akan menghambat kerja pegas dalam memberikan peredaman getaran.
Sampai saat ini teknologi suspensi mobil F1 terus berkembang pesat karena keunggulan di sisi ini cukup membuat jarak yang lumayan terhadap tim-tim kompetitor. Ferrrari 2003-GA bahkan telah menerapkan teknologi damper jenis baru yang disebut rotational damper. Damper baru di mobil Kuda Jingkrak ini sedikit lebih ringan dan jauh lebih kecil sehingga lebih sedikit memproduksi panas akibat gesekan.
Namun tetap saja jangan bayangkan naik mobil sang juara dunia itu senyaman mobil yang Anda tumpangi sehari-hari