UNYULUNYU.BLOGSPOT.COM UNYULUNYU.BLOGSPOT.COM UNYULUNYU.BLOGSPOT.COM
Selamat Datang Sohib
>

Selasa, 20 November 2012

Sayap yang tak bisa bikin terbang


Sayap yang tak bisa bikin terbang

"Sayap pada pesawat membuat Boeing 737 yang berbobot lebih dari 45 ton mampu mengangkasa. Sementara pada mobil F1, sayap justru membuat mobil yang beratnya cuma 600 kg itu, tetap menjejak di bumi. Mengapa begitu? "

Meski nama -dan bentuknya- sama, sayap di pesawat dan sayap mobil Formula 1 punya fungsi yang berbeda. Pada pesawat, sayap berfungsi untuk menimbulkan daya angkat, sedangkan pada mobil F1 sebaliknya, yaitu untuk menekan mobil agar tetap 'melekat' di lintasan.

Mengingat bobotnya yang ringan -cuma 600 kg termasuk pembalap, mobil Formula 1 amat membutuhkan sayap untuk memberikan downforce (gaya tekan ke bawah) agar ban tetap 'menggigit' aspal. Pada kecepatan lebih dari 200 km/j, sayap-sayap itu bahkan memberikan downforce lebih besar daripada bobot mobilnya sendiri.

Sayap mulai dimanfaatkan mobil-mobil F1 pada era 1960-an. Saat itu bentuknya masih amat sederhana yaitu berupa plat mendatar yang dipasang di bagian belakang mobil dengan sudut tertentu. Namun bentuk sayap terus berubah karena sayap juga memberikan efek negatif berupa hambatan angin (dragforce). Idealnya, tim F1 ingin agar sayap menghasilkan downforce yang besar dengan dragforce sekecil mungkin. Untuk itu orang menciptakan parameter L/D (lift to drag ratio) atau perbandingan gaya angkat (atau gaya tekan jika dalam arah negatif) terhadap gaya hambat angin. Semakin besar L/D, semakin efisien kondisi aerodinamika suatu mobil.

Untuk memaksimalkan nilai L/D, hal-hal yang menjadi faktor timbulnya downforce dan dragforce amat diperhatikan. Dragforce ditimbulkan oleh tiga hal; pertama adalah akibat aliran angin yang terpisahkan oleh leading-edge (bagian sayap terdepan yang menabrak angin pertama kali). Faktor kedua, gesekan angin pada permukaan sayap atau sering disebut friction-drag. Faktor terakhir adalah akibat terciptanya kondisi 'vakum' di belakang sayap yang disebut induced-drag.

Sementara downforce diakibatkan oleh dua faktor. Pertama, momentum yang akibat 'tabrakan' angin pada permukaan atas sayap. 'Tabrakan' ini timbul karena sayap membentuk sudut terhadap arah angin. Dalam ilmu mekanika sudut ini disebut angle-of-attack atau sudut serang. Semakin besar sudut serang, semakin besar pula downforce yang ditimbulkan. Faktor kedua adalah fenomena fisika yang dirumuskan oleh Persamaan Bernoulli. Menurut Bernoulli, semakin cepat aliran angin, semakin kecil tekanan statis yang ditimbulkannya. Dengan memanfaatkan fenomena itu, insinyur F1 mendesain penampang sayap dengan permukaan bagian bawah lebih melengkung daripada permukaan atasnya. Dengan demikian aliran angin di bawah sayap harus menempuh perjalanan lebih panjang untuk mencapai trailing-edge (bagian ekor dari sayap) dibanding aliran angin di atas sayap. Kondisi itu menyebabkan angin di bawah sayap mengalir lebih cepat sehingga tekanan-statisnya lebih rendah daripada tekanan di permukaan bagian atas. Akibatnya, sayap akan 'terhisap' ke bawah dan downforce pun terjadi.

Dalam kondisi ekstrem, kecepatan aliran angin di bawah sayap bisa dibuat lebih cepat lagi jika sayap dibuat sedekat mungkin dengan permukaan aspal (ini hanya bisa dilakukan pada sayap depan). Pada keadaan seperti itu, aliran angin menjadi lebih cepat karena luas penampang aliran menjadi sempit. Downforce tambahan karena efek ini disebut ground-effect. Downforce akibat ground-effect mempunyai kelebihan dibanding downforce pada sayap biasa karena dragforce yang ditimbulkannya amat kecil. Namun demikian mobil F1 dewasa ini tidak leluasa memanfaatkan ground-effect karena FIA membatasi jarak minimum sayap depan terhadap aspal serta keharusan mobil memiliki permukaan bawah yang rata.

Dengan memahami faktor-faktor di atas, dragforce dapat diminimalkan dengan cara membuat permukaan sayap semulus mungkin serta membuat bentuk penampang sayap yang aerodinamis. Sementara itu, peningkatan downforce secara mudah dapat dilakukan dengan menambah sudut serang, tapi harus penuh perhitungan. Sebab selain menambah dragforce, sudut serang yang berlebihan juga menimbulkan kondisi stall yaitu hilangnya downforce secara mendadak dan meningkatnya dragforce secara signifikan.

Kondisi itu disebabkan adanya pemisahan aliran angin di bawah sayap. Berbeda pada pesawat terbang di mana stall terjadi akibat perubahan sudut serang, pada mobil F1, stall dapat terjadi saat mobil melaju amat kencang. Karena pada keadaan tersebut kemungkinan terjadinya pemisahan aliran angin semakin besar. Risiko stall ini dapat diminimalkan dengan pemanfaatan elemen sayap yang berlapis. Semakin banyak elemen sayap, semakin besar sudut serang sayap yang dapat dimanfaatkan tanpa khawatir terjadi stall pada kecepatan tinggi. Namun demikian, sejak musim 2004 ini, FIA membatasi jumlah elemen sayap belakang menjadi maksimum 2 saja.

Bagian paling sensitif dari sayap adalah trailing-edge (bagian ekor sayap). Downforce dapat berubah secara tajam hanya dengan melakukan sedikit perubahan pada bagian ini. Itulah sebabnya sayap pesawat memanfaatkan flaps (elemen di bagian ekor dari sayap yang dapat memanjang dan memendek sesuai kebutuhan). Pada mobil F1, penggunaan flaps yang fleksibel seperti itu tak mungkin dilakukan karena regulasi FIA. Namun demikian, bagian ekor sayap tetap merupakan bagian yang paling banyak diutak-atik oleh para insinyur F1. Contohnya adalah penggunaan bilah kecil vertikal pada sayap depan dan Bilah Gurney pada sayap belakang. Dengan tambahan elemen kecil itu, aliran angin di bagian bawah sayap terbukti lebih efektif memberikan tekanan rendah untuk manambah downforce.

Kinerja sayap juga dipengaruhi oleh dimensinya. Satu besaran penting dalam mendesain sayap adalah Aspect-Ratio (AR) yaitu perbandingan antara span (panjang sayap) dengan chord (lebar sayap). Kondisi yang paling ideal adalah span dibuat amat panjang dan chord dibuat sempit atau dengan kata lain AR harus sebesar mungkin. AR yang besar mengurangi kemungkinan terjadinya tip-vortices atau kondisi di mana aliran di permukaan atas mengalir ke bawah melalui sisi-sisi sayap (tips). Mobil F1 yang memiliki AR amat terbatas (karena lebar maksimum mobil dibatasi oleh regulasi FIA) mengatasi masalah ini dengan memanfaatkan end-plates atau plat vertikal yang terpasang di kiri dan kanan sayap. Dengan end-plate ini, efektifitas sayap meningkat hingga menyamai performa sayap yang 9 kali lebih panjang. Dimensi lainya adalah tebal sayap. Semakin tipis sayap, dragforce akan berkurang tapi downforce juga menurun dan kerawanan terhadap stall meningkat.

Posisi sayap relatif terhadap mobil juga penting. Dari berbagai eksperimen, sayap yang diletakkan di antara kedua sumbu roda terbukti tidak efektif. Itulah sebabnya sayap depan diletakkan sejauh mungkin di depan roda depan dan sayap belakang diletakkan sejauh mungkin di belakang roda belakang. Di antara dua sumbu roda (depan dan belakang) memang masih sering terlihat tambahan elemen-elemen sayap kecil. Namun demikian, elemen-elemen itu lebih berfungsi sebagai 'pengarah-angin' daripada sebagai sayap aktif yang menyumbangkan

1 komentar:

  1. thanks buat infonya kawan,ngebantu nyelesain tugasnya ;)

    BalasHapus