Memahami Karakter Mobil
Saat tes terhadap mobil baru, 3 parameter yang selalu menyita perhatian si perancang mobil adalah power, grip, dan karakteristik mobil. Pemecahan masalah pada karakteristik mobil adalah yang paling rumit diantara ketiganya sebab karakteristik mobil ditentukan oleh unsur-unsur dinamika kendaraan yang berasal dari banyak faktor saat mobil masih ada dalam tahapan desain.
Dalam dinamika, karakteristik mobil dipengaruhi oleh 3 macam gaya yaitu gaya pada arah longitudinal akibat torsi dari mesin yang disalurkan oleh ban pada saat mobil melaju di jalur lurus, gaya lateral dari samping yang timbul akibat gaya sentrifugal saat mobil berubah arah, dan gaya vertikal dari atas/bawah yang ditimbulkan oleh gaya berat mobil itu sendiri, downforce akibat efek aerodinamika, atau oleh permukaan jalan yang tidak rata. Dari 3 jenis gaya itu, mobil akan mengalami gerakan lurus maju, ke samping, maupun naik turun, juga gerakan berputar pada 3 sumbu yaitu sumbu vertikal yang membuat hidung mobil bergerak ke kiri/kanan (yaw), sumbu horizontal-longitudinal yang membuat mobil berguling (roll), dan sumbu horizontal-lateral yang membuat mobil mendongak/menukik (pitch). Dari semua jenis gerakan di atas, hanya gerakan maju dan yawing (asal masih dalam batas yang dapat terkontrol) yang tidak bersifat negatif terhadap mobil. Yawing yang berlebihan atau understeer tidak diinginkan sebab akan membuat mobil tidak stabil.
Sensitifitas mobil terhadap semua jenis gerakan di atas dipengaruhi secara dominan oleh 3 hal, yaitu:
• Distribusi berat mobil
• Distribusi kekakuan terhadap rolling (roll stiffness distribution)
• Distribusi downforce dan grip ban
Distribusi berat mobil sering dikacaukan dengan pengertian terhadap posisi titik berat (center of gravity / COG). Padahal ada perbedaan diantara keduanya. Titik berat mobil memang ditentukan oleh distribusi berat mobil. Tetapi dua mobil yang mempunyai titik berat tepat di titik yang sama belum tentu punya distribusi berat yang sama dan mempunyai karakterisitik dinamika yang sama. Secara ekstrim perbedaan itu bisa dianalogikan dengan membandingkan bola besi 1 kg dengan dumbel 1 kg. Keduanya punya berat yang sama dan posisi titik beratnya pun sama-sama di tengah. Namun memutar dumbel akan terasa lebih berat daripada memutar bola. Ini karena distribusi berat dumbel ada pada ujung-ujungnya. Fenomena dumbel ini tidak diinginkan pada mobil F1 sebab mobil F1 harus lincah dan mudah berubah arah secara cepat. Karena itu, distribusi berat mobil F1 sebisa mungkin harus terkumpul di tengah. Rata-rata, mobil F1 dewasa ini mempunyai frekuensi natural yawing (yawing natural frequency) hampir sebesar 4 Hz atau berarti mampu melibas 4 chicanes dalam sedetik. Bandingkan dengan mobil F1 jaman Juan Manuel Fangio saat mesin mobil masih diletakkan di depan. Saat itu mobil F1 hanya mempunyai kemampuan yawing-rate tak lebih dari 1 Hz.
Distribusi kekakuan terhadap rolling (roll stiffness distribution) adalah perbandingan kekakuan antara sumbu roda depan dan sumbu roda belakang. Selanjutnya distribusi ini mempengaruhi distribusi beban lateral diantara keempat roda. Jika kekakuan rolling cenderung pada poros belakang, maka saat berbelok ada kemungkinan salah satu roda depan akan kekurangan grip dan understeer adalah akibatnya. Sebaliknya jika kekakuan rolling cenderung ke depan maka mobil cenderung oversteer. Kondisi ideal adalah jika kedua sumbu roda dibuat amat kaku. Namun demikian hal ini sangat dibatasi oleh kekakuan rangka mobil, komponen-komponen di bagian sambungan suspensi dan juga kekakuan vertikal ban (kekerasan ban).
Distribusi downforce dihasilkan dengan memvariasikan setingan sudut serang sayap depan dan belakang. Kekurangan downforce pada kedua roda depan akan mengakibatkan mobil rawan terhadap understeering. Sebaliknya, kekurangan downforce pada poros belakang akan membuat mobil mudah untuk oversteer. Selama kondisinya tidak parah, understeer lebih mudah untuk diatasi oleh pembalap. Namun demikian, pembalap dengan skill yang baik juga dapat mengatasi oversteer. Secara umum penyebab oversteer ada dua, akibat beban pengereman yang terlalu besar di belakang, ini dapat dikoreksi dengan sedikit menekan pedal gas dan mengoreksi sudut belokan dengan memutar setir, dan oversteer jenis kedua akibat kelebihan torsi pada roda belakang saat akselerasi. Untuk mengatasinya cukup mudah yaitu dengan sedikit mengangkat kaki dari pedal gas.
Secara teknis, mengurangi karakter negatif mobil di atas tidaklah mudah, selain karena batasan-batasan FIA dalam hal dimensi dan safety, beberapa usaha untuk mengurangi efek negatif suatu kondisi justru akan menambah efek negatif di sisi lain. Sebagai contoh, efek rolling bisa dikurangi jika titik berat mobil dibuat sedekat mungkin dengan garis gaya untuk membuat mobil berbelok. Ini artinya mobil akan semakin kaku terhadap efek rolling jika titik beratnya sedekat mungkin dengan poros depan. Tetapi, ini juga berarti yawing natural frequency akan berkurang sehingga mobil menjadi tidak lincah dan lambat merespon keinginan pembalap untuk berbelok. Selain itu grip ban belakang juga berkurang. Karena itu, para perancang mobil harus memilih desain yang optimum agar didapat performa mobil yang terbaik. Satu-satunya usaha yang tidak menimbulkan efek negatif di sisi lain adalah membuat mobil seringan mungkin. Dengan mobil yang ringan, maka ballast (beban tambahan untuk memenuhi persyaratan berat minimum mobil) bisa dibuat lebih berat sehingga pengaturan titik berat mobil bisa dibuat lebih fleksibel tergantung dengan jenis sirkuit yang akan dilalui. Di sirkuit yang punya banyak chicane, biasanya titik berat digeser agak ke belakang dan rolling-stiffness untuk poros depan ditambah.
Yang menarik adalah karakteristik mobil ini dapat berubah dengan cepat pada saat lomba. Beberapa sirkuit memberikan perlakuan yang berbeda pada ban depan dan belakang. Hockenheim baru adalah salah satu contoh sirkuit berjenis ini. Di sana, roda belakang (terutama yang kiri) akan lebih cepat botak dibanding ketiga ban lainnya. Michael Schumacher di tahun 2003 dan Kimi Raikonen di tahun 2002 adalah 2 pembalap yang telah merasakan “keanehan” ini. Keduanya mengalami pecah ban belakang kiri pada akhir-akhir balapan. “Termakannya” ban belakang kiri di Hockenheim disebabkan sirkuit itu banyak memiliki trek lurus panjang yang didahului oleh tikungan lambat ke kanan. Saat melalui tikungan itu, pembalap akan menggeber habis mobilnya untuk mendapatkan speed yang bagus saat melibas trek lurus. Akibatnya ban belakang kiri harus menjadi ban yang paling tersiksa karena harus menghantarkan torsi mesin lebih besar daripada ban kanan belakang.
Respon pembalap terhadap perubahan karakteristik mobilnya inilah yang membedakan pembalap dengan skill tinggi dengan pembalap yang biasa-biasa saja. Pembalap hebat akan dengan mudah mengenali degradasi kemampuan mobilnya dan tetap melajukan mobilnya pada batas kemampuannya tanpa melakukan kesalahan. Dari kemampuan pembalap ini jugalah yang menjawab pertanyaan mengapa satu pembalap sering sekali DNF sementara pembalap lainnya tidak mengalami hal serupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar