Traction Control
Traction Control (TC) berfungsi mencegah wheelspin pada roda belakang mobil, yaitu kondisi dimana roda belakang berputar lebih cepat dari semestinya. Wheelspin terjadi bila power yang diterima roda belakang melebihi kemampuan ban dalam memberikan grip. Grip dari ban merupakan fungsi dari sifat karet ban serta tekanan ke bawah yang diterima ban yang berasal dari downforce dan bobot mobil. Mobil F1 dengan bobot hanya sekitar 600kg dan power lebih dari 700 BHP tentu sangat rawan terhadap wheelspin. Bandingkan dengan mobil di jalan raya yang yang bobotnya sekitar 1.5 ton dan dengan power yang tak lebih dari 200 BHP.
Seperti layaknya fungsi kontrol lainnya, TC bekerja dalam tiga tahap, yaitu sensing (melakukan pengukuran), processing (melakukan proses perhitungan data dan analysis), serta actuating (melakukan aksi pengaturan). Sensing dilakukan oleh sensor-sensor yang mengukur putaran roda belakang, roda depan, dan laju mobil. Processing dilakukan oleh komputer mobil yang terintegrasi dalam sistem ECU (Electronic Control Unit) dan selanjutnya proses pengaturan dilakukan oleh beberapa actuator yang melakukan beberapa aksi untuk mengurangi power engine yang terhantar ke roda belakang.
Walaupun ada tiga tahapan, seluruh aktifitas system TC itu dilakukan dalam hitungan miliseconds dan kecepatan itulah merupakan keuntungan sebenarnya dari system TC karena sebenarnya semua pembalap F1 dapat melakukan fungsi TC itu sendiri. Pembalap mobil pada level F1 sudah pasti mempunyai kemampuan dalam merasakan wheelspin yang terjadi pada roda mobilnya. Bedanya, fungsi yang kontrol traksi yang dilakukan pembalap, tentu saja, kalah cepat dan kalah akurat dibanding TC yang dilakukan oleh sistem komputer mobil.
Walaupun mempunyai prinsip kerja yang mirip, TC yang dikembangkan masing-masing tim bisa berbeda dalam banyak hal. Pertama, perbedaan bisa terjadi pada tahapan sensing. Beberapa sistem TC melakukan perbandingan antara putaran roda depan dan roda belakang dalam hal menentukan apakah wheelspin telah terjadi. Beberapa system lainnya hanya mengukur apakah putaran roda belakang berakselerasi secara normal atau tidak (dengan cara mengukur percepatan putaran roda).
Dalam hal processing dan analisis data, setiap tim mengembangkan algoritma perhitungan data dan analisis masing-masing sehingga perbedaan juga dapat terjadi. Tahapan actuating merupakan tahapan yang paling banyak memiliki perbedaan diantara masing-masing tim. Ada beberapa system TC yang melakukan pengurangan power dengan cara menghentikan pengapian (ignition cutting) pada beberapa silinder secara sementara, dan ada beberapa system TC lainnya yang melakukan pengaturan laju bahan bakar pada beberapa silinder, pengaturan bukaan throttle (bukaan katup), atau melakukan kombinasi dari beberapa kemungkinan itu. Jika pembatasan power dilakukan dengan ignition cutting pada beberapa silinder, maka ledakan knalpot bisa terjadi karena ada bensin yang belum terbakar dan terbuang melewati knalpot yang tinggi temperaturnya.
Perbedaan bukan hanya terjadi pada bagaimana proses pengaturan traksi itu dilakukan, tetapi juga terjadi pada seberapa besar pengaturan itu dilakukan. Beberapa engineer pada tim F1 mengatakan bahwa wheelspin bukan merupakan hal yang benar-benar merugikan bagi mobil F1. Sedikit wheelspin di chicane dapat membantu pembalap menaklukan chicane itu secara lebih cepat. Sam Michael, Technical Director WilliamF1 mengatakan bahwa wheelspin dengan prosentase yang tepat dapat memangkas laptime. Untuk itu, team Williams melakukan simulasi mengenai setting pada TC sehingga didapat seting TC yang ideal bagi setiap sirkuit. Pada kenyataannya, sebenarnya pembalap pun bisa melakukan perubahan settingan TC setiap saat karena fasilitas itu terdapat pada gagang setir mereka. Biasanya pembalap melakukan perubahan setttingan TC ini seiring dengan berkurangnya bobot mobil akibat menipisnya bahan bakar.
Semua perbedaan system TC itu membuat performa TC yang dimiliki oleh team juga berbeda. Tim Renault di musim 2003 dan 2004 bisa dikatagorikan sebagai team yang mempunyai sistem TC yang paling baik. Kedua mobil mereka yang dikendarai Fernando Alonso dan Jarno Truli saat itu sangat perkasa dalam menaklukan tikungan dan saat start. Keunggulan saat start sebenarnya didapat dari keunggulan mereka dalam mengembangkan system Launch Control (LC). LC ini berbeda dengan TC dan telah dilarang sejak musim 2004 tetapi prinsipnya sebenarnya amat mirip dengan TC karena sama-sama mencegah (atau meminimalisasi) wheelspin.
Traction Control sebenarnya bukan teknologi baru dan sudah dipakai di mobil F1 pada dekade 80-an. Pada musim 1994 failitas TC sempat dilarang karena dianggap terlalu banyak memberikan bantuan pada pembalap saat mengengemudi. Namum di musim-musim setelah TC dilarang, banyak kecurigaan bahwa banyak team masih menggunakan TC secara ilegal. FIA mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi kecurangan ini karena pengujian peralatan elektronik pada mobil amat sulit dilakukan mengingat tiap tim mempunyai algoritma berbeda dengan bahasa software yang juga berbeda. Setelah makin banyaknya kecurigaan bahwa TC tetap dipakai oleh beberapa tim walaupun tidak dapat dibuktikan, akhirnya di GP Spanyol 2001, FIA membolehkan kembali pemakaian TC.
FIA kembali melarang Traction Control ini di musim 2008 ini. Kali ini FIA merasa tidak akan ada masalah dalam pengawasan larangan ini karena pelarangan TC ini akan disertai dengan regulasi penyeragaman ECU. Semua ECU pada mobil akan disuplai oleh satu supplier dan FIA mempunyai full akses dalam memonitor ECU yang dipakai oleh semua tim.
Beberapa pengamat mengatakan bahwa absen-nya TC di musim ini akan membuat mobil sedikit melambat. Namun hasil test justru membuktikan sebaliknya. Beberapa rekor laptime justru baru terpecahkan dengan mobil yang tanpa TC.
Lebih lambat atau tidak, rasanya F1 jadi lebih menarik tanpa TC.
Tidak sependapat?
Boleh saja, tetapi GP Aussie lalu rasanya cukup membuktikan hal itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar