Kenapa sih kok ban itu penting banget?
Pada balapan F1, ban selalu menjadi primadona dan menjadi pusat perhatian dari seluruh engineer. Semua rancangan komponen mobil pada dasarnya bertujuan untuk melayani satu komponen, yaitu BAN. Mengapa demikian?
Secara prinsip mobil terdiri dari tiga bagian utama. Yang pertama adalah mesin sebagai sumber tenaga, kemudian ada pembalap dan sistem kemudi yang bertugas memberi arah pada mobil, dan yang terakhir adalah ban sebagai satu-satunya komponen yang bertugas mengkonversi tenaga mesin dan arah tadi menjadi performa mobil yang sesungguhnya berupa kecepatan dan kemampuan bermanuver. Apabila kualitas ban kurang baik, maka power mesin serta skill pembalap menjadi sia-sia, karena tidak ”terdeliver” secara maksimum menjadi performa yang sesungguhnya. Karena itulah ban mendapat banyak bantuan dari komponen-komponen aerodinamika dan suspensi dalam menjalankan tugasnya.
Ban bekerja dengan memanfaatkan gaya gesek permukaannya dengan permukaan aspal. Dalam balapan gaya gesek ini dikenal dengan istilah ”grip”. Ada dua faktor yang mempengaruhi grip yaitu gaya vertikal dari ban terhadap aspal dan koefisien gesek antar permukaan yang saling bersinggungan. Gaya vertikal adalah hasil jumlah antara berat mobil plus pembalap yang diterima masing-masing ban ditambah dengan gaya ke bawah akibat aerodinamika yang dinamakan dengan downforce. Sedangkan koefisien gesek adalah fungsi dari sifat permukaan ban dan permukaan aspal.
Jadi grip dapat ditingkatkan dengan dua cara yaitu meningkatkan gaya vertikal dan meningkatkan koefisien gesek permukaan. Cara pertama hanya bisa dilakukan dengan meningkatkan downforce sebab menambah bobot mobil walaupun juga akan memperbaiki grip tetapi akan berakibat fatal karena akan meningkatkan beban lateral saat mobil menikung sehingga mobil gampang terlempar keluar lintasan.
Cara kedua adalah dengan memperbaiki koefisien gesek antara ban dan aspal. Karena permukaan aspal adalah besaran konstan yang tidak bisa diubah, satu-satunya cara memperbaiki koefisien gesek adalah dengan mempebaiki kualitas kompon ban. Koefisien gesek kompon ban ini fungsi dari temperatur. Kondisi terbaik biasanya dicapai kompon ban pada temperatur antara 85oC sampai 100oC. Karena itu, sebelum dipakai biasanya ban diselemuti dengan pemanas agar temperatur operasi dapat dicapai dengan cepat.
Kualitas kompon juga tergantung dari jenis karetnya. Semakin keras kompon biasanya kualitas gripnya menurun, tetapi ketahanan terhadap ausnya meningkat. Kondisi ideal tentu saja apabila para pabrikan ban bisa membuat kompon yang keras tetapi mempunyai grip yang baik. Langkah inilah yang menjadi tujuan utama Bridgestone dan Michellin di musim 2005 ini karena penggantian ban selama kualifikasi dan race tidak diperkenankan lagi.
Saat ini grip yang dipunyai ban-ban mobil F1 sudah luarbiasa hebat. Para pengamat F1 memperkirakan koefisien gesek yang dipunyai ban-ban F1 saat ini terhadap rata-rata permukaan aspal adalah lebih dari 2.2. Dengan koefisien gesek sebesar itu, mobil F1 seberat 550 kg yang diletakkan secara melintang-vertikal di dinding, tidak akan jatuh jika kita bisa memberikan tekanan pada mobil itu ke arah tembok hanya sebesar 250 kg saja. Dan dengan koefisien gesek sebesar itu pulalah bisa dimengerti mengapa mobil F1 mampu berbelok dengan kecepatan sampai 250km/j tanpa terlempar keluar lintasan. Sebagai perbandingan, koefisien gesek yang dimiliki permukaan carbon-carbon composite yang digunakan cakram rem dan kalipernya yang hanya sekitar 0.6. Padahal koefisien permukaan rem itupun sudah sangat hebat kemampuannya karena pada saat beroperasi temperaturnya bisa naik sampai sekitar 1000oC. Namun demikian, memang perbandingan antara koefisien gesek antara ban dengan rem tidak sepenuhnya fair, karena gaya gesek yang dialami rem berbeda dengan gaya gesek yang dialami ban. Pada rem gaya gesek yang terjadi adalah gaya gesek dinamis (karena ada gesekan yang sesungguhnya antara permukaan yang bersinggungan) sedangkan gaya gesek pada ban adalah gaya gesek statis karena permukaan yang bersinggungan tidak benar-benar terjadi gesekan kecuali pada saat slip dan skid.
Namun apakah benar bahwa pada kondisi normal (tanpa slip dan skid) permukaan ban dan aspal tidak saling bergesekan? Ternyata tidak juga. Sifat karet yang mudah untuk terdeformasi (berubah bentuk) menyebabkan ada perbedaan kecepatan antara kompon ban bagian luar pada contact-patch (kompon yang langsung bersinggungan dengan permukaan aspal) dengan permukaan kompon bagian dalam (lihat ilustrasi). Perbedaan ini menyebabkan sebagian contact-patch di bagian belakang menggesek dengan aspal karena saat permukaan ban meninggalkan permukaan aspal, perbedaan kecepatan antara permukaan dalam dan luar menjadi nol kembali dan perubahan ini tidak bisa terjadi secara tiba-tiba. Luas daerah yang bergesekan dengan aspal disebut dengan slip area sementara luasan lainnya yang tidak bergesekan disebut shear. Jika torsi makin besar (baik itu torsi untuk akselerasi maupun torsi untuk pengereman) maka luasan slip area akan semakin melebar dan, sebaliknya, shear-area makin sempit. Jika kondisi itu berlanjut, maka pada suatu saat contact-patch akan berubah menjadi slip-area seluruhnya. Saat itulah mobil akan slip atau skid. Perbandingan antara perbedaan kecepatan dua permukaan itu terhadap kecepatan di permukaan luar ban disebut sebagai slip-ratio. Biasanya mobil mulai slip jika slip ratio mencapai 3%. Tetapi ini tergantung dari jenis kompon yang digunakan. Kompon yang lunak bisa mengalami slip-ratio yang lebih besar tanpa terjadi slip dibanding kompon keras.
Fenomena di atas adalah terjadi pada gerakan mobil secara longitudinal atau maju ke depan. Gerakan mobil menikung ternyata justru menghasilkan slip area yang lebih besar lagi. Pada kasus ini, ukuran slip dinyatakan dengan slip-angle yaitu besarnya sudut antara arah mobil dengan arah ban. Slip akan benar-benar terjadi apabila slip angle mencapai besaran lebih dari 6o, tetapi ini sekali lagi tergantung dari jenis kompon yang digunakan. Kompon lunak mampu mengalami slip-angle yang lebih besar tanpa mengalami slip.
Kenyataan yang menarik adalah slip-ratio dan slip-angle ternyata merugikan karena menyerap power mesin yang tersalur ke roda secara signifikan. Dalam hal ini, slip-angle yang terjadi akibat mobil menikung lebih besar pengaruhnya dalam ”membuang” power mesin daripada slip-ratio yang terjadi akibat mobil berakslelerasi atau mengerem. Pada slip-angle 6o dengan kecepatan 240 km/j, power yang hilang bahkan bisa mencapai 215 HP atau hampir ¼ dari tenaga mesin maksimum yang dipunyai F1 engine. Karena itulah, kompon lunak walaupun mempunyai kelebihan di sisi grip, punya kelemahan cukup penting yaitu relatif memboroskan bahan bakar.
Dalam sejarah F1, hampir setiap tahun FIA membuat perubahan-perubahan regulasi untuk mengurangi laju mobil-mobil F1 demi alasan keselamatan. Satu-satunya area yang sulit dijangkau FIA adalah pengembangan ban ini karena titik beratnya ada pada riset material karet yang jadi rahasia setiap pabrikan ban
Tidak ada komentar:
Posting Komentar